Minang tulisan sederhana

dari Novel mana saya menyukai Minang..


Banyak teman akhir-akhir ini menanyakan kenapa dalam waktu beberapa bulan terakhir saya terlihat begitu identik dengan orang Minang? Saya cuma tersenyum saja menanggapinya. Banyak kejadian yang membuat saya akhirnya harus jatuh cinta dengan Minangkabau dan seluk beluknya. Saya memang terlahir dan besar di kota pempek Palembang. Namun budaya Sriwijaya tak begitu saya pahami karena memang lingkungan tempat tinggal saya dari dulu sampai sekarang di kota. Masyarakat Palembang sendiri sangat majemuk berasal dari banyak suku di tanah air. Beda jika kita berkunjung ke salah satu daerah dusun di Kabupaten Sumsel barulah akan terasa budaya misal komeringnya. Lagipula tempat tinggal saya banyak dihuni oleh orang Jawa sehingga dulu suka heran juga satu-satunya yang menggunakan bahasa Indonesia di lingkungan cuma keluarga kami saja. Nah menjawab pertanyaan kenapa saya suka minang ada beberapa pertanyaan yang juga akhirnya akan menjawab semuanya.

Pertanyaan pertama : Sejak kapan saya menyukai membaca? Tak ada satupun yang bisa menjawabnya. Ini mungkin berkaitan dengan kesukaan saya menulis juga yang berawal dari sering membaca. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk melahap satu buku atau novel dalam tempo sehari. Keinginan untuk tidak menunda membaca menjadi bagian yang selama ini saya khawatirkan ketika ada ajakan bermain dari teman. Maka pilihannya adalah membaca! Bagi saya teman setia yang selalu menemani adalah buku. Saya harus berterima kasih kepada ibu yang telah mengenalkan dan membuat saya jatuh cinta dengan buku,majalah atau novel. Berkat beliaulah yang selalu membawakan majalah, komik, buku ataupun material bacaan lainnya selepas pulang kerja sebagai koordinator juru masak disalah satu catering terkenal di Palembang. Dibanding orangtua lainnya yang membawakan mainan atau makanan, maka ibu saya agak sedikit unik. Beliau senantiasa tidak lupa mengajarkan anak-anaknya untuk gemar membaca.

Pertanyaan kedua : dari sekian bacaan mana yang paling saya suka? Saya akan jawab novel. Dulu saya punya koleksi novel Enid Blyton salah satunya adalah koleksi 5 sekawan dan Noddy. Sayang koleksi itu banyak yang tak terawat bahkan ada beberapa koleksi yang belum dikembalikan oleh teman saya. Boleh dikata perkenalan saya dengan novel adalah melalui kedua koleksi tersebut. Pernah juga punya koleksi Wiro Sableng dan terus menerus bertambah khasanah perpustakaan saya waktu itu. Setiap minggu selalu saja ada bacaan baru. Entah hasil pinjam dari perpustakaan sekolah ataupun dari beli sendiri. Dari sekian bacaan novel yang pernah saya baca rata-rata mengenai sejarah, budaya suatu daerah atau petualangan. Karena dari novel seperti ini saya bisa membayangkan kejadian yang terekam oleh imajinasi penulis ataupun membayangkan kondisi alam dan budaya yang disajikan oleh penulis.Saya tak begitu menyukai novel roman, ada beberapa yang pernah saya baca. Namun kecintaan akan novel perjuangan hidup yang memberi saya motivasi, moralitas, budaya, dan lingkungan menjadi pilihan utama saya.

Pada saat kuliah khasanah kecintaan saya bertambah setelah mengenal novel Islami. Waktu itu iseng saja membaca sebuah cerpen dari sebuah majalah akhirnya menjadi suka. Salah satu koleksi Novel yang pernah menghiasai rak buku saya waktu itu adalah “Ketika Mas Gagah Pergi” karangan Helvi Tiana Rosa dan kemudian susul menyusul dengan Baim Lebon, Asma Nadia, dan lainnya. Pernah juga ikuta FLP saat itu cuma karena saya nggak jago menulis fiksi. Akhirnya saya cabut dan lebih sebagai penulis lepas di penerbitan pers kampus dan koran lokal.

Pertanyaan ketiga : Dari sekian sastra yang sudah dibaca mana yang saya sukai? Sudah jelaslah dari dulu saya penasaran dengan sastra Ranah Minang. Ini bukan rahasia lagi. Entah kenapa dulu bacaan saya banyak tentang Minang. Atau mungkin orang Minang memang produktif menulis sehingga sebagian besar sastra yang saya baca berasal dari sana. Teman-teman sayapun mengatakan bahwa saya seperti orang Minang yang ingin tahu seluk beluk tentang ranah minang bahkan antusias jika ada orang Minang yang baru saja saya kenal. Mungkin ini dikarenakan pengalaman membaca saat kecil. Dahulu saya sering membaca legenda tentang kerajaan Minangkabau bahkan cerita yang masih kuat dipikiran saya saat ini adalah Tikam Samurai dan Giring-Giring Perak karya Makmur Hendrik.

Walaupun ga bisa menulis fiksi kecintaan saya akan novel perjuangan tak pernah berganti. Begitu liar imajinasi saya sering membayangkan suatu cerita yang memberi informasi tentang budaya daerah. Misalnya cerita tentang adat Minangkabau dalam Novel Hidup adalah Perjuangan seperti ini, “Negeri itu adalah sepotong tanah surga yang tercampakkan ke dunia. Di negeri purnama, perempuan memiliki peranan penting, pemerintahan matrilineal.Negeri itu tidaklah begitu luas, tapi pada jaman emasnya mampu memberi pengaruh pada kerajaan-kerajaan yang ada disekitarnya. Selain itu ada negeri bernama Jalan bumi berpusat di kota bunga api. Disana terdapat istana, sistemnya sama menepikan posisi laki-laki. Lelaki di negeri itu tidak berhak memiliki rumah, tidak memiliki sawah kecuali hanya menggarapnya saja untuk saudara perempuannya.Puncak menara diubah menjadi bentuk Gonjong yang mengingatkan pada Cati Bilang Pandai. Lelaki yang turut serta dengan Maharaja Diraja saat mencari daerah baru ke Pulau Perca. Adat bagi mereka identik dengan agama. Bila seseorang pindah dari agama yang lazim di seluruh negeri, maka tidak diakui lagi beradat. Adat berdasarkan syara’ sementara syara’ berdasarkan kitabullah.Sekitar seratus kilometer dari Pintu Angin, melewati bukit dan lembah, melalui jalan mendaki dan berliku, berdiri kota yang lebih ramai. Kota itu bernama Dermaga. Kota pelabuhan yang ramai dikunjungi berbagai bangsa dan bersepakat membentuk kota. Tak jauh dari kota Dermaga ada daerah Titian Air yang dulu pernah berjaya sebagai kota Pelabuhan. Kota yang kaya adat dengan tradisi Tabuik. Penduduk kota ini seperti pengikut setia Hasan dan Husein.”

sebagian Novel yang menceritakan tentang Minang
sebagian koleksi Novel saya yang menceritakan tentang Minang

Menurut saya cerita-cerita dalam sastra yang dibuat oleh Minang itu penuh dengan spirit untuk mengatasi gejolak hidup. Banyak pesan penting yang benang merahnya selalu sama penderitaan diawal kemudian berbuah manis pada akhirnya dengan berbagai cobaan dan ujian hidup yang membuat novel Minang selalu rancak untuk dibaca. Selalu saja yang saya sukai dari Novel tentang Minang selalu bertaburan nilai-nilai moral-religius. Suara-suara parau dan ketahanan mental menjadi bumbu yang menarik untuk dibaca. Hal ini bagus untuk menyadarkan masyarakat yang mulai kehilangan pedoman hidup. Mereka sangat piawai dalam mendeskripsikan alam Minangkabau yang indah diantaranya bagaimana kontur tanah perbukitan dan gunung menjadi alasan kuat bagi Orang Minang untuk senantiasa menjaga alam dan itu selalu saja termuat termasuk tidak ketinggalan budaya Minang yang memang sudah mengakar kuat.Walaupun cerita ini juga akan banyak kita temui dalam Novel lain yang berlatarbelakang daerah lainnya di Indonesia.

Sangat menarik bisa membayangkan sebuah tempat yang belum pernah kita kenal dan membayangkan apa yang ditulis penulis. Hal inilah yang kemudian membangkitkan semangat saya untuk berkunjung dan mengetahui secara persis apa yang sebenarnya terjadi? Samakah dengan apa yang dibayangkan atau bahkan hanya imajinasi saja yang lebih indah? Termasuk saat saya mendengar lagu “ayam den lapeh” yang menceritakan tentang suatu daerah. Imajinasi saya langsung membayangkan daerah yang diceritakan dalam lagu dan kemudian berusaha untuk mengenalnya lebih jauh.

Semangat berpetualang saya telah timbul sejak kecil. Memang saya akan jarang bercerita mau kemana? Saya akan senang berada dalam satu daerah yang baru, teman yang baru, yang akhirnya mendapatkan pengalaman baru. Ketika menyaksikan sinetron yang fenomenal saat kecil yaitu Siti Nurbaya dan Sengsara Membawa Nikmat. Saya seolah-olah sedang dipertontonkan sebuah budaya yang harus saya pelajari dan ingin berada disana. Syukurlah akhir tahun kemarin saya bisa berkunjung ke salah satu rumah tempat lokasi syuting Sengsara Membawa Nikmat di daerah Lima Kaum Tanah Datar. Sejarah mencatat beberapa nama yang cukup terkenal dari Ranah Minang. Sebut saja Buya Hamka, Moh Hatta, Husni Thamrin, HR Rasuna Said, Imam Bonjol, dan sebagainya. Saya pikir betapa Ranah Minang ini telah melahirkan banyak tokoh penting di pentas negara. Banyak cerita juga yang memuat betapa perjuangan seorang anak kampung/jorong yang kemudian berhasil.

AxvmOTJCMAMfYwk

salah satu cuplikan Giring-Giring Perak seperti diilustrasikan berikut:

“….tersinggung karena saya menyebut-nyebut tentang asal usul, Tentang kerinduan pada kampung.Saya tidak bermaksud melukai hatimu, Hanya ingin memberikan penjelasan kenapa kami harus pergi dari sana. Kenapa kami harus mencari bantuan. Dan kenapa kami harus kembali lagi ke kampung itu.Memang benar seperti yang engkau katakan, sebenarnya lebih baik kami hidup dengan tenang bersama keluarga di Luhak nan Tiga ini.Jauh dari kerusuhan. Jauh dari huru hara. Tapi bukankah hidup berkampung menjaga kampung, bernagari menjaga nagari? Lagi pula kedamaian itu di mana-mana bisa ada.Sebaliknya kerusuhan juga di mana-mana bisa ada. Luhak Nan Tiga ini misalnya, nampaknya juga tak aman. Cobalah lihat, di Bukit Tambun Tulang saja kita dihadang oleh penyamun. Disini juga dihadang oleh Pandeka Sangek. Dan siapa pula yang menga-takan bahwa Belanda yang sudah ratusan tahun di sini tidakmendatangkan kerusuhan bagi penduduk pribumi?Kerusuhan bisa datang di mana-mana. Daripada hidup dalam kerusandi negeri orang, lebih baik inati di kampung halaman. Begitu adat kita Orang Minang….”
Saya begitu penasaran dengan istilah-istilah Luhak, Nagari, Jorong dan istilah lainnya yang sering saya baca sejak kecil. Boleh dikata sastra Minanglah yang membuat saya jatuh cinta akan novel terutama yang berkaitan dengan budaya, legenda, sejarah masa lampau, keindahan alam dan satu lagi saya menyukai yang ada adegan pertempuran, perkelahian dan tentu saja akhirnya saya jatuh cinta untuk mempelajari seni beladiri Silat.
Disaat ada sebagian orang Minang yang tak bangga dengan budayanya, justru saya sebaliknya ingin mendalami semua kultur tersebut. Bersyukur sebagian kecil sudah saya ketahui. Banyak datuk yang saya ajak diskusi untuk bertukarpengalaman dan tentu saja nasehat, banyak sahabat yang saya dapatkan yang memberi warna tentang pemahaman saya akan budaya Minang. Ada beberapa yang telah menganggap saya sebagai saudaranya. Bahkan ini diluar ekspektasi saya sebelumnya. Sekarang orang Minang yang berteman dengan saya jumlahnya memang tak terlalu banyak namun dari mereka semua saya belajar banyak hal. Kesederhanaan dan Jiwa sosial yang tinggi yang saya masih salut dengan sikap hidup  mereka yang dipenuhi dengan berbagai macam pakem adat. Tentu sebuah penggalan dalam cerita minang akan selalu bertutur bahwa lelaki minang walaupun tak mewarisi apapun tak akan pernah punah. Mereka akan terus ada memperjuangkan semua peradaban. Dan saya salah satunya yang bertanggungjawab untuk mewarisinya kelak ke anak cucu….
sama halnya dengan janji si Giring-giring perak pada datuk Sipasan:
…Datuk itu tertegak mendengar ucapan ini.”Apakah saya tak salah dengar… Engkau mau membantu kami untuk mengusir Belanda dari Pariaman dan membantu mengungsi ke Tanah Datar?”
“Kenapa Datuk harus sangsi. Minangkabau adalah negeri saya. Meski  kelak saya tak tahu di mana kampung halaman tempat darah saya ter-tumpah, namun Negeri ini adalah negeri nenek moyang saya.Saya akan berusaha membantu penduduk yang mendapat kesusahan. Jika itu diizinkan Tuhan. Bukankah saya juga seorang Muslim….orang Minang juga…

14 comments on “dari Novel mana saya menyukai Minang..

  1. penuliscemen

    saya adalah orang Minang yang bangga dengan budaya minang.. hihi. Ayo kakak, kapan ke padang? Biar kita bisa diskusi banyak tentang budaya dan adat istiadat minangkabau. Mulai dari awal sampai sekarang.. hehehe.

    Salam kenal ya Kak. Salam dari Blogger Palanta, Komunitas Blogger Sumatera Barat 🙂

  2. botsosani

    Subhanallah…. salut buat saudaraku. Semoga banyak anak2 muda Minangkabau membaca tulisan ini. Tulisan ini seperti menyentak ulu hati saya, sejauh mana saya mengenal budaya sendiri. Banyak sekali generasi muda Minang yang buru2 apriori dengan budaya Minang, tapi tak mau mempelajari dan mengenal terlebih dahulu.
    Salam Takzim
    Bot SP

    • alhamdulillah jika tulisan ini bisa membangkitkan kembali kecintaan kepada budaya bangsa sendiri. Salam takzim kembali

  3. memang banyak orang Minang sekarang yg tidak berbanga dengan kekayaan moral-religius dan budaya Minangkabau itu sendiri.. Terjajah oleh budaya luar,, mengikis sendi sendi kitabullah…
    saya bersyukur sekali trlahir di keluarga minang,, yang masih kental religi, dagang,,..heheh
    I do really miss Kampuang,, nyesel bgt waktu dulu masih d kampung gag banyak belajar,,
    belajar silat harimau tapi g slesei,, sekarang malah kangen bgt.. pngen bljr saluang,, tari randai,, hehehe
    saya lagi tertarik bikin script film tentang minang tempo dulu yg ada belanda, perang,, dsb,, pengen banget !!! ini lagi greget2 nya,, hehehe *tapi mesti cari sponsor gede,,,, its one of my big dream,,
    salam kenal,
    we love Minangkabau 🙂

  4. Pingback: Dari Novel Mana Saya Menyukai Minang « Suprizal Tanjung's Surau

  5. wulan rahadi

    Ternyata ada juga yang memiliki rasa penasaran dan kecintaan yg begitu besar terhadap Minangkabau. Saya sejak kecil menyukai Minang. Pokoknya segala2 tentang Minang, saya suka. Bahkan jika berkenalan dg urang Minang, sy slalu excited skali. Hehehehe,

    Intinya LOVE MINANG dah…..
    Love love love bgt

  6. abdul rahman anshar

    Saya orang minang yang bangga dan cinta dengan adat minang.. Terimakasih bg telah cinta dan tertarik sama adat minang… Ayo bg main2 ke bukittinggi… Biar bisa bertukar cerita tentang minang bg…

  7. dari namanya saya kira anda orang minang, bro. hehe….salam kenal

Leave a reply to wulan rahadi Cancel reply

Brahmasta Adipradana

Living, Learning, Loving, and Building Contribution

Make it in your life

My life journal only by His grace

RedDragonfly's Blog

I am flying to the moon

One Chance to See the World

Insta @onechancetoseetheworld

Tim Miller

Poetry * Mythology * Podcast